Selasa, 16 Maret 2010

Cara Mengenali Potensi Diri dan Multiple Intelegency

Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengukur segala sesuatu. Pada zaman modern, barangkali alat untuk yang pertama digunakan untuk mengukur kecerdasan seseorang diawali dengan penciptaan tes Intelligent Quotients (IQ) (Thomas R. Hoerr, 2007). Pada awal 1900-an, Alfred Binet di Paris diminta untuk mengembangkan alat yang akan digunakan untuk mengenali anak-anak dengan mental terbelakang dan membutuhkan perhatian khusus. Saat itulah, tes kecerdasan standar yang pertama di dunia terlahir dan kajian para psikolog dunia tentang kecerdasan dimulai. Belakangan Carl Brigham meneruskan perkembangannya dengan merancang tes IQ yang telah diperbarui dengan nama Scholastic Aptitute Test (SAT) (Munif Chatib, 2006). SAT dibuat dengan cara memberikan serangkain pertanyaan kepada anak-anak. Mereka mencatat pertanyaan yang dapat dijawab dengan betul oleh hampir semua anak, pertanyaan yang bisa dijawab oleh sebagian besar anak, pertanyaan yang bisa dijawab oleh sebagian kecil anak dan pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh seorang anak. Informasi yang dihasilkan digunakan untuk merancang sebuah alat tes untuk membeda-bedakan tingkat pengetahuan anak, disusun sedemikian rupa sehingga skor 100 menunjukan kecerdasan rata-rata. Gagasan bahwa kecerdasan dapat diukur dengan skor akhirnya berakar. Beberapa tahun kemudian banyak sekali tes standar tersedia untuk beragam tujuan, semua berdasarkan teori yang digagas oleh Binet bahwa sebuah tes dapat menghasilkan angka yang menggambarkan seluruh kemampuan dan potensi seseorang.

Sejak tes IQ diciptakan orang selalu melihat kecerdasan seseorang sebagai sesuatu yang tunggal yang dibawa sejak lahir dan tidak akan banyak berubah sepanjang kehidupan seseorang. Hasil tes IQ digambarkan dalam bentuk angka yang dengan angka tersebut daat diketahui bahwa seseorang bisa dimasukkan dalam kelompok jenius bagi orang yang menghasilkan angka tinggi dan kelompok idiot bagi orang menghasilkan angka rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Howard Gardner (1983) membuktikan bahwa pandangan ini keliru (Thomas Armstrong, 2005). Masalah terbesar dari tes standard dan tes IQ adalah bahwa tes-tes ini mengukur kecerdasan secara sempit, berdasarkan seberapa baik siswa dapat membaca dan menghitung. Hanya sedikit dari kemampuan murid yang dapat diukur melalui tes ini yaitu kecerdasan akademik saja, terutama kecerdasan berbahasa dan matematika, itupun hanya sebagian kecil saja sedangkan kemampuan yang lain tidak dapat diukur dengan tes ini. Gardner menyatakan bahwa ada banyak kecerdasan yang tidak dapat diukur oleh tes IQ standar. Bakat musik, misalnya, tidak dapat diukur melalui kecerdasan ini. Ia mengatakan bahwa dunia psikologi dan pendidikan telah terlalu banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari kecerdasan melalui ruangan tes. Tes semacam ini hanya memang dapat mengukur sepenggal kecil dari sebuah gambar yang besar. Perlu diingat bahwa kehidupan nyata jauh lebih luas dari kehidupan di sekolah. Keberhasilan di kehidupan nyata mencakup lebih dari sekedar kecakapan berbahasa (menulis dan membaca) dan berhitung. Kita dapat lihat dari kenyataan di dunia bahwa orang-orang yang sukses di dunia adalah bukan orang yang berhasil di sekolah (Chatib, 2006)[2]. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering kali melihat berita tentang siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) yang mempunyai kemampuan melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh orang normal, ini membuktikan bahwa orang idiot –berdasarkan vonis tes IQ- sekalipun mempunyai kecerdasan.

Setelah melalui berbagai penelitian, Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang bernilai budaya (Armstrong, 2005, Hoerr, 2007). Ini menggambarkan definisi yang lebih luas, bersifat pragmatis dan berfokus pada penggunaan kemampuan dalam situasi kehidupan nyata, berbeda dengan definisi yang digambarkan dalam tes bakat standar yang didasarkan pada kefasihan berbahasa, kosa kata luas dan kecakapan berhitung yang hanya berguna di sekolah. Ia mengembangkan seperangkat kriteria untuk menentukan serangkaian kecakapan yang membangun kecerdasan. Kriteria difokuskan pada menyelesaikan masalah dan menciptakan produk dan didasarkan pondasi biologis dan aspek psikologis dari kecerdasan (ibid, 2007). Ia mengemukakan bahwa sebuah kemampuan dapat dianggap sebagai kecerdasan jika memenuhi beberapa (tidak perlu semua) kriteria dibawah ini:

* Mempunyai potensi untuk terisolasikan karena kerusakan otak, contoh: suatu lokasi kerusakan otak seperti yang terjadi pada penyakit stroke dapat mengakibatkan kehilangan kemampuan berbahasa.
* Ditunjukan dengan keberadaan orang idiot-genius[3], berbakat dan individu luar biasa lainnya yang memperlihatkan tingkat kecakapan tinggi dalam satu bidang. Sebagai contoh orang yang memperlihatkan kemampuan luar biasa dalam satu jenis kecerdasan, bila kita amati kecerdasan tersebut tersendiri atau terisolasi dari kecerdasan lainnya.
* Memiliki operasi (proses) inti atau seperangkat operasi yang dapat dikenali. Kecerdasan musikal terdiri dari kepekaan terhadap melodi, harmoni, irama, nada, dan struktur musik. Kecerdasan berbahasa terdiri dari kepekaan pada struktur dan tata kalimat, kosakata, ritme, dan irama, serta perangkat sastra seperti pengulangan bunyi yang sama pada suku kata pertama.
* Memiliki sejarah perkembangan yang berbeda, berikut serangkaian kinerja puncak yang bisa didefinisikan. Atlet, penyair dan salesman menunjukkan karakteristik seperti ini.
* Memiliki sejarah evolusioner atau probabilitas evolusioner. Binatang menunjukkan bentuk-bentuk kecerdasan spasial. Burung memiliki kecerdasan musikal.
* Didukung oleh uji psikologis. Tes dapat menunjukkan bagaimana kecerdasan itu berdiri sendiri atau saling berhubungan.
* Didukung oleh temuan-pemuan psikometrik. Sebagai contoh, sederetan tes dapat mengungkapkan kecerdasan mana yang mencerminkan faktor-faktor tersembunyi yang sama.
* Memiliki kelemahan terhadap pengkodean ke dalam sistem simbol. Kode-kode seperti bahasa, peta, angka, dan ekspresi wajah menangkap komponen-komponen dari beragam kecerdasan.

Setelah menerapkan kriteria-kriteria tersebut, Gardner berkesimpulan bahwa ada lebih banyak kecerdasan dari pada yang direkomendasikan oleh tes IQ yang biasanya digunakan di sekolah.

Sebagai seorang psikolog, Teori kecerdasan Gardner –yang terkenal dengan sebutan Multiple Intellegences disingkat MI- sangat kuat bergema di kalangan para pendidik karena menawarkan model untuk bertindak sesuai dengan yang para guru yakini: semua anak memiliki kelebihan. Ia mengidentifikasikan kecerdasan manusia menjadi delapan, yaitu: Kecerdasan bahasa, logis-matematis, musikal, kinestetis tubuh, spasial, naturalis, interpersonal, dan intrapersonal. Namun demikian ia tetap mengisyaratkan bahwa mungkin ada lebih banyak lagi kecerdasan dari pada yang pernah ia ungkapkan khususnya dalam budaya-budaya lain[4]. Dengan demikian daftar MI-nya dapat disusun ulang dan ditambahkan (Julia Jasmine, 2007). Berikut ini penjelasan dari kecerdasan-kecerdasan tersebut:

Kecerdasan Linguistik: Word Smart
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif (Armstrong, 2005) atau hal-hal yang berhubungan dengan kepekaan pada makna dan susunan kata (Hoerr, 2007). Oleh sebagian pakar pendidikan kecerdasan ini disebut sebagai kecerdasan verbal. Membaca dan menulis yang menjadi tolok ukur tes bakat tradisional merupakan contoh dari kecerdasan ini. Kecerdasan linguistik seringkali menjelma dalam kata-kata baik tulisan maupun lisan.

Orang yang memiliki kecerdasan ini juga memiliki keterampilan auditori -yang berkaitan dengan pendengaran- yang sangat tinggi. Dapat belajar melalui pendengaran, gemar membaca, menulis, berbicara dan suka ”bercengkerama” dengan kata-kata merupakan ciri dari kecerdasan ini (Jasmine, 2007). Ini dapat ditemukan pada penggemar teka-teki silang, pecandu permainan scrabble, penyair, penyiar, orator, politisi yang sering mengunakan kata-kata untuk memanipulasi dan mempengaruhi atau pada orang yang gemar menciptakan permainan kata atau senang menceritakan lelucon, plesetan, anekdot yang umunya merupakan permainan kata.

Orang dengan tipikal kecerdasan linguistik yang tinggi dapat tumbuh dan berkembang dalam atmosfer akademik yang lazimnya tergantung pada mendengarkan kuliah (verbal), mencatat, dan diuji pada tes-tes tradisional. Mereka pada umumnya tampak mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi karena perangkat penilaian kita biasanya mengandalkan respon-respon verbal.

Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart
Kecerdasan logis-matematis mencakup dan berhubungan dengan kemampuan ilmiah (Jasmine, 2007) atau kemampuan untuk menangani relevansi/argumentasi serta mengenali pola dan urutan (Hoerr, 2007), kecerdasan ini melibatkan keterampilan mengolah angka dan/atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat (Armstrong, 2005). Inilah kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah, yaitu kecerdasan yang digunakan ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan dengan tekun mengujinya dengan data eksperimental.

Orang dengan kecerdasan ini gemar bekerja dengan data: mengumpulkan dan mengorganisasi, menganalisis, menginterpretasikan, menyimpulkan kemudian meramalkan. Mereka melihat dan mencermati adanya pola serta keterkaitan antar data. Mereka suka memecahkan problem matematis dan memainkan permainan strategi seperti dam dan catur. Kecerdasan ini jualah yang digunakan oleh akuntan pajak, pemogram komputer, atau ahli matematika.

Kecerdasan logis-matematis sering dipandang dan dihargai lebih tinggi dari jenis kecerdasan lainnya, khususnya dalam masyarakat teknologi dewasa ini.

Kecerdasan Spasial: Picture Smart
Ini adalah kecerdasan gambar dan visualisasi, kemampuan untuk mengindera dunia secara akurat dan menciptakan kembali atau mengubah aspek-aspek dunia tersebut (Hoerr, 2007). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang dan menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi.

Orang dengan kecerdasan ini cenderung berpikir dalam atau dengan gambar dan cenderung mudah belajar melalui sajian-sajian visual seperti film, gambar, video, atau peragaan yang menggunakan gambar atau slide (Jasmine, 2007). Mereka gemar menggambar, melukis atau mengukir gagasan-gagasan yang ada di kepala dan sering menyajikan suasana serta perasaan hatinya melalui seni. Mereka sangat bagus dalam hal membaca peta, diagram, dan begitu menikmati upaya memecahkan jaring yang ruwet serta menyusun dan memasang jigsaw puzzle.

Kecerdasan ini sering diungkapkan melalui kemampuan imajinasi, berangan-angan dan berperan. Dalam peran tingkat tingginya kecerdasan ini menjelma dalam tubuh seorang pelukis, dan pemahat. Demikian juga seorang penemu yang bisa memvisualisasikan penemuan baru sebelum menggambarkannya di atas kertas.

Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart
Seringkali disebut sebagai kecerdasan kinestetik saja, yaitu kemampuan untuk menggunakan tubuh dengan terampil dan memegang objek dengan cakap (Hoerr, 2007) atau dengan kata lain kecerdasan seluruh tubuh dan kecerdasan tangan (Armstrong, 2005).

Orang dengan kecerdasan ini dikatakan sebagai orang yang ”berpikir” melalui tubuh dan memiliki koordinasi motorik yang baik dalam berbagai bidang. Mereka memproses informasi melalui sensasi yang dirasakan dalam tubuh mereka. Tidak bisa diam, ingin bergerak terus, mengerjakan sesuatu dengan tangan atau kakinya, dan berusaha menyentuh orang yang diajak bicara merupakan ciri dari kecerdasan ini. Mereka sangat baik dalam ketrampilan jasmani dan menyukai aktivitas fisik dan berbagai jenis olah raga. Mereka lebih nyaman mengkomunikasikan infromasi dengan peragaan (demonstrasi) atau pemodelan. Mereka dapat mengungkapkan perasaan mereka –emosi dan suasana hati- melalui tarian.

Setiap orang mempunyai pengalaman dengan tubuh dan gerak setidaknya dalam beberapa hal atau tingkat. Itulah perasaan akrab dan nyaman yang dimiliki seseorang ketika bersepeda setelah beberapa lama tidak melupakannya, tubuh kita begitu saja ”ingat” bagaimana mengendarai sepeda (Jasmine, 2007).


Kecerdasan Musikal: Music Smart
Sebagian orang menyebutnya dengan kecerdasan ritmik, sebuah kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan terhadap irama, titi nada, melodi, atau sekedar menikmati musik (Armstrong, 2005).

Orang dengan kecerdasan ini sering bernyanyi, bersiul, bersenandung, atau sekedar mendengarkan musik ketika melakukan aktivitas lain. Kerap memainkan alat musik dan mampu menyanyi memakai kunci nada yang tepat dan mampu mengingat serta –secara vokal- mampu mereproduksi melodi. Mereka bisa bergerak sesuai ritmis ketika mengiringi suatu musik –atau mengiringi suatu aktivitas- atau membuat ritme-ritme serta lagu-lagu untuk membantunya mengingat fakta dan informasi lain.

Kecerdasan ini barangkali yang paling sulit untuk difahami –setidaknya dalam lingkungan akademik- dan yang paling sedikit dukungannya diantara kecerdasan yang lain. Siswa yang cenderung bersiul dan bernyanyi di sekolah seringkali dianggap telah berlaku tidak patut dan/atau mengganggu kelas, padahal barangkali mereka sedang mempertontonkan kecerdasan musikalnya. Kita harus mempertimbangkan reaksi spontan terhadap siswa yang menggunakan earphone atau mp3 player ketika sedang membaca atau mengerjakan soal ulangan (Jasmine, 2007).

Kecerdasan Antarpribadi: People Smart
Kecerdasan ini sering pula disebut sebagai kecerdasan interpersonal, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan memahami dan bekerja sama, membina hubungan dengan orang lain (Armstrong, 2005). Ini ditampakkan dengan kegembiraan berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketaknyamanan atau keengganan dalam kesendirian dan menyendiri.

Orang yang memiliki kecerdasan ini menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok, belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah dalam perselisihan sampai pada kemampuan untuk memanipulasi sekelompok besar orang menuju pencapaian tujuan bersama seperti halnya seorang diktator atau direktur perusahaan besar. Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan ”membaca orang”. Kecerdasan ini mungkin jauh lebih penting bagi kelangsungan dan keberhasilan dalam hidup ketimbang kemampuan membaca buku atau mmecahkan problem matematika.

Metode belajar bersama mungkin sangat baik jika dipersiapkan untuk mereka. Sisi gelap kecerdasan interpersonal adalah tindakan pencurangan atau penyelewengan, sedangkan sisi terangnya adalah empati. Orang dengan kecerdasan ini cenderung ekstrovert.

Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart
Sering disebut sebagai kecerdasan intrapersonal, yaitu kecerdasan untuk memahami diri sendiri dan mengetahui siapa diri ini sebenarnya (Armstrong, 2005), akses pada kehidupan emosional diri sebagai sarana untuk memahami diri sendiri dan orang lain (Hoerr, 2007). Ini adalah kecerdasan mengetahui apa kekuatan dan kelemahan diri sendiri, juga merupakan kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk percaya diri.

Orang dengan kecerdasan intrapersonal tinggi pada umumnya mandiri, tidak tergantung pada orang lain, yakin dengan pendapat diri yang kuat sekalipun kontroversial, punya rasa percaya diri yang tinggi dan senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri dan hanya dilakukan sendirian. Kecerdasan intrapersonal seringkali dihubungkan dengan kemampuan intuitif. Orang dengan kecerdasaan ini cenderung introvert.

Kecerdasan Naturalis: Nature Smart
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali dan mengklasifikasi aneka spesies -flora dan fauna- dalam lingkungan (Hoerr, 2007). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita: burung, bunga, pohon, ikan, dan lain-lain. Ini juga berhubungan dengan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam lain, seperti susunan awan dan ciri geologis bumi. Orang dengan kecerdasan naturalis umumnya sangat teliti dan senang mengamati keadaan sekitarnya.

Menurut Armstrong (2005) yang perlu diingat adalah bahwa setiap orang mempunyai kedelapan kecerdasan ini dan setiap hari menggunakannya dalam kombinasi yang berlainan. Seperti tindakan membaca yang tampaknya sesuatu yang sangat ”word smart” juga melibatkan picture smart ketika secara visual menafsirkan tulisan dan membayangkan artinya, body smart ketika membacanya dengan suara yang keras, self smart ketika mengaitkan bacaan dengan pengalaman pribadi. Kita juga harus ingat bahwa masing-masing orang mempunyai kedelapan kecerdasan ini dengan cara mereka masing-masing. Ada orang yang unggul dalam kecerdasan tertentu, sementara yang lain mengalami kesulitan dalam berbagai kecerdasan, tapi kebanyakan dari kita berada di tengah-tengah, dalam arti kita mempunyai satu atau lebih kecerdasan yang terasa mudah untuk kita ungkapkan, beberapa yang terasa sedang-sedang saja, dan satu atau lebih yang terasa sangat sulit.
0 komentar

Selasa, 16 Februari 2010

dampak positif dan negatif mengenai televisi

Dampak positif dan negatip mengenai televisi

adapun dampak-dampaknya
Dampak positip dari televisi
1.Televisi menayangkan berbagai berita yang menambah wawasan
2.Televisi menghadirkan berita-berita topik yang menghadirkan wawasan -wawasan imformasi
3.Televisi menayangkan produk-produk yang membikin kita menarik

Dampak Negatip dari televisi
1.Televisi menghadirkan dunia maya
2.Televisi menghadirkan tayangan-tayangan pruduk-produk luar negeri
3. Televisi juga membuat anak-anak menuruti dan menonton tayangan-tayangan yangtidak asing lagi